Sukoharjo - Kuasa hukum keluarga terduga teroris Hendro Yunanto mengajukan gugatan praperadilan kepada Kepala Polri dan Detasemen Khusus 88 Antiteror. Mereka menilai penangkapan yang berujung pada tewasnya Hendro menyalahi prosedur. Gugatan itu diajukan melalui Pengadilan Negeri Sukoharjo, Selasa 31 Mei 2011. Kurniawan, Koordinator Tim advokasi The Islamic Studies and Action Center (ISAC), mengatakan telah menerima surat kuasa dari orang tua Hendro. Menurutnya, terdapat beberapa kejanggalan yang mereka temukan dalam penangkapan Hendro di Sukoharjo, yang terjadi 14 Mei lalu. “Dalam penangkapan itu polisi memang sengaja membunuh Hendro,” kata Kurniawan menuduh.
Kurniawan mengatakan jika keluarga menemukan 10 luka tembak di bagian kepala, leher, dada, tangan, serta perut jenazah Hendro. “Luka ini diketahui oleh keluarga pada saat mengganti kain kafan,” kata Kurniawan.
Selain itu, mereka juga menemukan sejumlah lecet dan lebam di kepala Hendro. Dari hasil temuan di tempat kejadian, mereka juga yakin jika Hendro ditembak dari jarak yang sangat dekat.
Dalam penangkapan itu, dia juga menengarai jika Densus 88 tidak berusaha memberikan tembakan peringatan ataupun tembakan untuk melumpuhkan. “Justru mereka memberikan tembakan yang mematikan dan berulang-ulang,” kata Kurniawan.
Apakah ini merupakan kejahatan densus 88 ?ISAC menegaskan jika Densus 88 telah mengabaikan asas praduga tak bersalah dalam penangkapan itu. Hingga saat ini, keluarga juga belum memperoleh surat penangkapan dari kepolisian. “Peran Hendro Yunanto dalam kasus terorisme juga tidak jelas hingga saat ini,” kata Kurniawan. Dia khawatir Hendro juga merupakan salah satu korban salah sasaran penangkapan.
Dia mengaku sangat menyesalkan kematian salah satu saksi kunci dalam penggerebekan itu, Nur Iman, seorang pedagang angkringan yang berjualan di sekitar lokasi penangkapan. “Kematiannya kami anggap masih misterius,” kata Kurniawan.
Dia juga menyesalkan sikap polisi yang secara cepat menyimpulkan jika Nur Iman tewas lantaran tembakan dari terduga teroris. Dia berharap kasus itu dibuktikan melalui uji balistik yang dilakukan oleh tm independen.
Gugatan praperadilan tersebut diterima oleh Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Sukoharjo, Sri Widodo. Surat gugatan itu diterima setelah tim advokasi menunggu beberapa jam. “Kami menunggu arahan dari Ketua PN terlebih dahulu,” kata Sri Widodo. Dalam kasus lain, lanjutnya, dia bebas menerima surat gugatan tanpa perlu menunggu arahan.
Hendro Yunanto bersama Sigit Qordhowi tewas dalam sebuah penyergapan di Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, 14 Mei lalu. Sigit disebut-sebut sebagai otak bom Cirebon serta serangkaian aksi teror di Klaten dan Solo.
Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/05/31/brk,20110531-337912,id.html
Tidak ada komentar
Posting Komentar