Memang tidaklah mudah menghadapi kenyatan bagi sang wanita, bahwa dia harus menerima dirinya adalah seseorang yang harus dipimpin. apalagi jika ditambah ternyata sang istri ini adalah dibakati oleh sifat yang tidak mau kalah.
Tapi....
Bukankah pernikahan bukanlah tentang kalah dan menang, walaupun perannya adalah sebagai pemimpin ataupun yang dipimpin. Pernikahan adalah ladang amal yang dimana jikapun salah satu pihak harus mengalah demi kebaikan dan kedamaian semua, namun percayalah, tidak akan tersia- sia semua usaha itu. Kebesaran jiwa kita justru akan diuji, dan kualitas dari sebuah hati akan meningkat menuju yang lebih termuliakan.
Memanglah jika ego sudah turut campur dalam penyelesaian sebuah masalah, maka tinggallah menunggu saat kehancuran sebuah rumah tangga. Ya, itu hanya soal waktu saja.
Maka, cobalah rendahkan suara sejenak, dan lembutkan hati yang menggebu penuh emosi, kemudian sadarilah. Sebenarnya untuk apa anda menikah? apakah hanya sekedar untuk menghabiskan waktu dalam pertengkaran tanpa ujung, atau ladang perealisasian besarnya ego anda untuk menindas seseorang yang kemudian mau mengikuti dan membenarkan apapun langkah dan kemauan anda. Ataukah untuk beribadah kepada Allah?.
Jika memang jawaban anda adalah menikah bertujuan untuk ibadah, maka tanyalah pada diri sendiri tentang sebuah pertanyaan, apakah ada ajaran Allah yang memerintahkan anda untuk menjadi `pemimpin` yang menindas dan menyakiti `rakyat`nya ?. Dan atau jika anda adalah seorang istri, apakah ada perintah Allah yang menganjurkan anda untuk durhaka kepada suami?
Maka sadarilah, pernikahan adalah bukan untuk sebuah kesakitan, namun sarana menuju sebuah melengkapi separuh jiwa anda yang terserak. Dan suami anda adalah cerminan dari diri anda. Allah yang menyatukan sepasang suami istri, jadi pastilah terkandung maksud Allah untuk membaikkan kedua orang tersebut. Dan ini hanya berlaku bagi pribadi yang merasa tahu diri dengan kekurangannya. Dan hal ini tidak berlaku bagi siapapun yang tetap menganggap dirinya sebagai seseorang yang selalu benar. Allah tahu ukuran kita, dan cara terbaik membaikkan diri kita, dan lewat pasangan kita lah, kita belajar kebaikan dan cara terbaik membaikkan diri kita.
Ketika ternyata sang suami adalah seorang pemarah, maka disanalah anda dilatih oleh Allah untuk menjadi pribadi yang sabar. Atau jika ternyata sang istri adalah seorang yang susah diatur, maka disanalah skenario cantik Allah untuk melatih anda menjadi sosok pemimpin yang bijak namun tegas. Mungkin banyak dari kita yang tidak tahu kebaikan sebuah sifat yang baik, sampai akhirnya Allah mengirim pasangan kita tersebut lengkap dengan apapun kekurangan dan kelebihannya. Maka apapun dan bagaimanapun sikap dan sifat pasangan anda sekarang ini, anda patutlah berterima kasih atas pelajaran yang menjadikan anda lebih baik sekarang ini.
Dan jika mungkin konflik itu telah menjadi bagian dari hari- hari anda, karena susahnya pelepasan sebuah ego, kepentingan dan kesukaan masing- masing, maka maafkanlah. Maafkanlah diri anda yang ternyata begitu keras, lantas ikuti dengan action untuk melembutkan hati anda. Dan maafkanlah pasangan anda, karena jika anda tidak belajar untuk memaafkan, maka susah bagi anda untuk mengerti dan memahami kedalam sebuah ikhlas. Ikhlas yang hanya karena Allah. Bukankah anda menikah untuk tujuan beribadah kepada Allah?.
Hindarilah konflik dengan pasangan anda, namun bila akhirnya harus terjadi, maka indahkanlah. Indahkanlah dengan kesadaran atas sebuah pembelajaran berharga yang terpetik darinya. Ya, paling tidak satu lagi daftar kekurangan masing- masing telah sama-sama terkuak dan terperbaiki. InsyaAllah.
http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/10/05/16274/konflik-itu-indah-jika/
Tidak ada komentar
Posting Komentar