Tidak terasa ramadhan akan segera berakhir, senang, sedih, haru, atau biasa-biasa saja perasaan kita ini. Sekarang sudah memasuki 10 hari akhir Ramadhan, atau 10 hari jelang Lebaran, hiruk pikuk masyarakat Indonesia sudah terlihat, tidak hanya dikota metropolitan saja, dikampung-kampung seperti masyarakat di kampung saya, kesibukan 10 hari jelang lebaran meningkat drastis. Kesibukan apa saja yang terjadi?
Mudik, salah satu budaya unik di Indonesia, mungkin budaya ini hanya ada di Indonesia di seantero jagad ini. Entah seperti apa kalau tidak ada lebaran, mungkin orang-orang yang merantau tidak akan pulang kampung, kerja-kerja dan kerja dijajah kaum kapitalis. Pulang kampung dengan membawa senyum dan cerita, sekedar memberi tahu orang dikampungnya, “bahwa saya sudah sukses” dirantau.
Tak ayal, mobil ber-plat luar kota seperti B, D, F, E, L, N dan kota-lain berseliweran di kota Solo, “inilah hasilku” mungkin seperti itu bisik mereka. Berbulam-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun tidak pulang kampung, penasaran dengan kota asal dan tempat perbelanjaan yang ada di pusat kota.
Memasuki 10 hari jelang Lebaran ini, mall-mall tersebut sudah diserbu masyarakat, pasti juga terjadi di kota lain. Kalau H-10 sampai H-5 mungkin masih didominasi pengunjung dalam kota, baru H-5 sampai H-1 jelang lebaran pengunjung luar kota sudah mulai mudik ikut mendominasi meramaikan mall-mall. Bahkan parkirpun awalnya hanya 1 sampai 3 baris, entah itu motor atau mobil, menjadi penuh sesak, bahkan sampai meluber ke berbagai area yang seharusnya bukan parkir umum, tapi mau tidak mau itu kenyataan yang sedang terjadi. Pulang merantau, tabungan banyak dapat THR lagi.
Tapi, bagaimana dengan Masjid? 10 hari menjelang Lebaran, sepi, sepi dan benar-benar sepi, seperti ada seleksi alam, pada awal-awal Ramadhan, Masjid dipenuhi tumpah ruah jamaah yang melaksanakan sholat tarawih, bahkan sampai meluber, melebihi kapasitas masjid, tapi sekarang? Berlawanan dengan apa yang terjadi di mall-mall. Jamaah hanya sisa dua shaf jamaah pria, itu yang terjadi di masjid kampung saya pada shalat tarawih hari semalam. Saya yakin hal itu terjadi di Masjid lain juga.
Ironi memang, disaat Allah mengobral pahala bagi umat yang mau menjalankan rutinitas ibadah, namun umat lebih tergoda dengan obral diskon yang diterapkan mall-mall. Jelang sore sekitar jam 16.00-20.00 merupakan puncak keramaian mall, saya berfikir, mereka lebih sibuk dengan memilih baju dari pada menjalankan sholat magrib atau tarawih, tapi ada juga yang menyempatkan sholat magrib ke mushala juga, mungkinkah tarawih dilakukan dirumah?
Kalau kita kaji lebih jauh lagi, 10 hari akhir Ramadhan merupakan hari-hari istimewa, pada waktu ini lah diturunkannya malam Lailatul Qodar, malam yang kebaikannya seperti 1000 bulan, bayangkan, obral Allah pada umat_Nya luar biasa.
Sebenarnya bukan hanya terjadi di mall, di pasar tradisional pun keramaian sangat meningkat tajam, mulai belanja kebutuhan pokok untuk hidangan lebaran, parcel sampai belanja baju untuk menyambut lebaran, seharusnya hal itu bisa ditahan, kita harus bisa mengontrol keinginan, tidak semua keinginan harus kita penuhi, uang tidak ada Expired Date-nya kok. Justru ada pertanyaan besar, sudah bayar zakat mall kah? Yuk, kita menyisakan 2,5% dari uang yang kita miliki kita kasih kepada orang yang membutuhkan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar